Inilah pertama kalinya karya-karya Raden Saleh dikumpulkan dan dipertontonkan di Galeri Nasional Indonesia, 3-17 Juni 2012.
Raden Saleh, pelukis kenamaan Indonesia yang secara
istimewa mengeyam pendidikan di Eropa pada masa kolonial, membawa
pemahaman baru mengenai seni visual.
Karya-karyanya yang tidak biasa menunjukkan perpaduan nilai Jawa dan budaya Eropa. Menjadikannya kiblat baru bagi pecinta seni. Kini, sebanyak 40 lukisan cat minyak dan sketsa buah karya Raden Saleh coba dipamerkan di Indonesia.
Dengan tema "Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia," inilah pertama kalinya karya-karya Raden Saleh dikumpulkan dan dipertontonkan di Galeri Nasional Indonesia, 3-17 Juni 2012. Pameran kerjasama Galeri Nasional dengan Goethe Institut dan Kedutaan Besar Jerman ini menggelar koleksi meliputi milik pribadi (perorangan) atau pun instansi.
Dalam National Geographic Indonesia edisi Mei 2012, dipaparkan kehidupan Raden Saleh mulai di Jawa hingga merantau dengan biaya kolonial ke Eropa. Dalam tulisan Saleh, ia menyebut kelahirannya pada Mei 1811 di Semarang. Sisa kehidupannya kemudian banyak dihabiskan di Eropa, khusunya Jerman --lebih dari 25 tahun.
Pameran ini hendak memperlihatkan bahwa Raden Saleh memulai suatu bentuk baru yang lahir. Baik dari tradisi Eropa maupun akar ke-Jawa-annya.
"Raden saleh memiliki relasi yang spesial dengan Jerman di mana dia lama tinggal di negeri ini memiliki hubungan emosional yang kuat terhadap kota Dresden," kata Franz Xaver Augustin, Direktur Regional Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru dari Goethe Institut, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (25/5).
Ditambahkan Frans, gaya Saleh lain dari orang kebanyakan. "Tetapi semangat dari caranya bekerja melukis tetap tersirat nuansa Jawa."
Peninggalan Saleh di Eropa -selain lukisan- juga bangunan yang disebut Masjid Biru. Dibangun di Maxen, dekat Dresden, Jerman, paviliun ini didedikasikan Mayor von Sere untuk Saleh. Bangunan inilah yang kemudian menggerakkan Kristofer Seeman, Humas dari Departemen Budaya Kedutaan Jerman di RI, untuk memahami Raden Saleh.
"Dua tahun sebelum ke Indonesia, saya bepergian ke sebuah kota kecil dekat Dresden dan menjumpai rumah biru dengan tulisan aksara Jawa," kenang Seeman.
Dr Werner Kraus, kurator lukisan Raden Saleh dan setia mengumpulkan semua karyanya berharap, setelah even ini nama "Bapak Modernitas Jawa" itu akan terus dikenang dalam pergerakan seni nasional Indonesia.
Selain pameran, akan digelar pula temu wicara bersama National Geographic Indonesia pada 16 Juni 2012 di Goethe Institut. Mengupas tentang kehidupan Raden Saleh selama berkesenian dan menjadi titik tolak perjalanan seni Indonesia.
Diadakan juga simposium sekaligus peragaan busana yang melibatkan unsur berbusana Raden Saleh. Lengkap dengan tinjauan mengapa ia membuat gaya berpakaian seperti itu. Selama ini Saleh memang dikenal nyentrik, menggunakan busana Eropa namun dipadukan dengan blangkon khas Jawa.
Karya-karyanya yang tidak biasa menunjukkan perpaduan nilai Jawa dan budaya Eropa. Menjadikannya kiblat baru bagi pecinta seni. Kini, sebanyak 40 lukisan cat minyak dan sketsa buah karya Raden Saleh coba dipamerkan di Indonesia.
Dengan tema "Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia," inilah pertama kalinya karya-karya Raden Saleh dikumpulkan dan dipertontonkan di Galeri Nasional Indonesia, 3-17 Juni 2012. Pameran kerjasama Galeri Nasional dengan Goethe Institut dan Kedutaan Besar Jerman ini menggelar koleksi meliputi milik pribadi (perorangan) atau pun instansi.
Dalam National Geographic Indonesia edisi Mei 2012, dipaparkan kehidupan Raden Saleh mulai di Jawa hingga merantau dengan biaya kolonial ke Eropa. Dalam tulisan Saleh, ia menyebut kelahirannya pada Mei 1811 di Semarang. Sisa kehidupannya kemudian banyak dihabiskan di Eropa, khusunya Jerman --lebih dari 25 tahun.
Pameran ini hendak memperlihatkan bahwa Raden Saleh memulai suatu bentuk baru yang lahir. Baik dari tradisi Eropa maupun akar ke-Jawa-annya.
"Raden saleh memiliki relasi yang spesial dengan Jerman di mana dia lama tinggal di negeri ini memiliki hubungan emosional yang kuat terhadap kota Dresden," kata Franz Xaver Augustin, Direktur Regional Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru dari Goethe Institut, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (25/5).
Ditambahkan Frans, gaya Saleh lain dari orang kebanyakan. "Tetapi semangat dari caranya bekerja melukis tetap tersirat nuansa Jawa."
Peninggalan Saleh di Eropa -selain lukisan- juga bangunan yang disebut Masjid Biru. Dibangun di Maxen, dekat Dresden, Jerman, paviliun ini didedikasikan Mayor von Sere untuk Saleh. Bangunan inilah yang kemudian menggerakkan Kristofer Seeman, Humas dari Departemen Budaya Kedutaan Jerman di RI, untuk memahami Raden Saleh.
"Dua tahun sebelum ke Indonesia, saya bepergian ke sebuah kota kecil dekat Dresden dan menjumpai rumah biru dengan tulisan aksara Jawa," kenang Seeman.
Dr Werner Kraus, kurator lukisan Raden Saleh dan setia mengumpulkan semua karyanya berharap, setelah even ini nama "Bapak Modernitas Jawa" itu akan terus dikenang dalam pergerakan seni nasional Indonesia.
Selain pameran, akan digelar pula temu wicara bersama National Geographic Indonesia pada 16 Juni 2012 di Goethe Institut. Mengupas tentang kehidupan Raden Saleh selama berkesenian dan menjadi titik tolak perjalanan seni Indonesia.
Diadakan juga simposium sekaligus peragaan busana yang melibatkan unsur berbusana Raden Saleh. Lengkap dengan tinjauan mengapa ia membuat gaya berpakaian seperti itu. Selama ini Saleh memang dikenal nyentrik, menggunakan busana Eropa namun dipadukan dengan blangkon khas Jawa.
No comments:
Post a Comment